Kearifan Lokal yang Paripurna
- Wahyu Riawanti
- Dec 14, 2021
- 1 min read
Kalau saya menulis di Bahasa Indonesia, itu artinya saya sedang serius... Ini yang dulu selalu saya katakan saat saya mengajar bahasa untuk orang asing. Tentu saja saya harus serius karena it pay my bill.... kwkw. Dan itu terbawa sampai sekarang saat sedang menulis, ketika menulis santai tentang what I feel, biasanya di bahasa Inggris. Karena mostly what I feel is not important for someone else. Jadi kenapa harus serius... kwkw

What I mean, menu lokal ini sungguh sesuatu yang sangat serius. Perkara enak tidaknyta suatu makanan adalah masalah selera, dan saya setuju untuk jangan pernah berdebat masalah seler. Exactly. Saya tidak akan berdebat kenapa sebagian orang sangat tidak suka pete dan atau kenapa sebagaian tidak suka sambel terasi, dan berlaku vice versa.
Ijinkan saya membatasi kelompok responden menjadi lebih kecil dan hanya berisi mereka mereka yang suka pete dan terasi. Pertanyaannya: mengapa sambel pedas terasi (dengan bumbu digoreng dan terasi dibakar, let me be more specific) dipadu dengan pete goreng akan menghasilkan kombinasi sajian yang sempurna? Apalagi ditemani ikan tongkol atau ikan asin lainnya. Menu yang enaknya setara rahmat surgawi?... kwkw.
Menariknya, kombinasi itu jadi less perfect saat ikan asinnya diganti dish yang lebih sophisticated semacam daging rendang atau daging steak. Setidaknya itu menurut saya. Pasti ada jawaban yang agak ilmiah terntang hal ini, sungguh saya penasaran dibuatnya. Setidaknya alasan yang dapat menjelaskan cara kerja indera perasa kita dalam merespon citarasa pedasnya cabe gurih-kayanya pete goreng, rasa asin ndesonya ikan goreng dan nyegrak-kuatnya aroma terasi bakar... tak lain tak bukan ini adalah menu kearifan lokal yang papripurna.
Comments